Ulasan Film "The Curious Case of Benjamin Button"

Perlu diketahui bahwa Scott menulis cerpen ini sebagai bentuk kritik pada pendapat bahwa semakin tua orang semakin tidak menarik dan orang-orang selalu merindukan masa muda yang penuh vitalitas. Ia ingin mengatakan bahwa masa tua justru adalah masa keemasan yang harus disyukuri.

Halo Sahabat Sinema ^^

Hari ini aku ingin menemani kalian dengan sebuah film berjudul "The Curious Case of Benjamin Button" yang bisa segera kalian unduh untuk menemani akhir pekan atau kapan pun kalian mau. Dan aku memaksa karena film ini bagus dengan kisah yang unik.

Kalau kalian suka membaca, kalian bisa membaca cerpennya yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berjudul "Kisah Ajaib Benjamin Button" karya F. Scott Fitzgerald. Bagi penikmat sastra, nama itu pasti sudah tidak asing, bukan?

Nah, di sini aku ingin membahas sedikit tentang cerita dan perbedaan kisah antara film dan cerpennya.

Iklan lewat sebentar

Sekilas Tentang Film "The Curious Case of Benjamin Button"

Sebelum membahas film ini, ada baiknya kalau kita kenalan dulu dengan pembuat dan pemainnya. Film yang dirilis pada tahun 2008 ini diproduksi oleh Paramount Pictures yang bekerja sama dengan Warner Bros. Pictures. Kalau mendengar kedua nama itu, pasti kalian tahu bahwa filmnya akan berkualitas, dan memang demikian.

Dengan sutradara David Fincher, film ini dibintangi oleh Brad Pitt dan Cate Blanchett. Bagi yang belum tahu, Cate adalah pemeran Lady of Light dalam seri film "Lord of the Rings". Dan kehadiran Brad cukup membuat film ini semakin menarik, bagi perempuan, dengan iklannya.

Kalau begitu, langsung saja kita bahas filmnya.

Ringkasan Cerita

Cerita dimulai dengan seorang perempuan tua bernama Daisy Fuller berbaring lemah di rumah sakit ditemani anaknya. Dia bercerita panjang lebar untuk menjelaskan siapa ayahnya, Benjamin Button. Awalnya, perempuan tua itu bercerita tentang seorang pembuat jam yang membuat jam berputar terbalik. Alasannya, dia ingin anaknya yang mati di medan perang kembali dan menjalani takdir yang lain.

Setelah itu, cerita pertemuan dengan suaminya yang unik dimulai. Dia bertemu suaminya di sebuah panti jompo. Saat itu, suaminya berwajah sangat tua dengan tubuh yang kecil seukuran anak-anak. Lalu, mereka terpisah cukup lama karena suaminya harus bertualang untuk bekerja, mencari pengalaman dan menikmati hidup hingga ikut berperang.

Setelah cukup lama, suaminya kembali dan mereka bertemu lagi di panti jompo yang sama. Namun, ibu asuhnya telah tiada sedangkan dia tampak semakin muda. Kemudian mereka membangun rumah sendiri dan Daisy membuka studio balet mengingat dia adalah seorang balerina terkenal sebelum mengalami kecelakaan yang membuatnya tidak bisa menari seperti dulu.

Suatu hari, Benjamin semakin sadar bahwa dia tampak lebih muda seiring berjalannya waktu. Dan itu membuatnya gusar dan berpikir untuk meninggalkan Daisy dan anak yang dikandungnya. Tak lama setelah kelahiran anaknya, Benjamin memutuskan untuk pergi hingga takdir mempertemukan mereka kembali dalam keadaan yang tak biasa. Dan pertemuan terakhir tercipta ketika dia dihubungi pihak panti jompo hingga memutuskan untuk menemani Benjamin di tahun-tahun terakhir hingga akhir hayatnya.

Perbedaan Dengan Cerpen

Di sini, aku enggak akan menilai apakah filmnya lebih bagus daripada cerpennya. Masing-masing karya memiliki standarnya sendiri dan, menurutku, sama-sama bagus di kriterianya sendiri. Filmnya bagus dalam menyajikan kisah, sedangnya cerpennya bagus dalam menyampaikan nilai.

Perlu diketahui bahwa Scott menulis cerpen ini sebagai bentuk kritik pada pendapat bahwa semakin tua orang semakin tidak menarik dan orang-orang selalu merindukan masa muda yang penuh vitalitas. Ia ingin mengatakan bahwa masa tua justru adalah masa keemasan yang harus disyukuri.

Jika dalam film Benjamin dibuang ke panti jompo, dalam cerpen, ia diasuh oleh orangtuanya. Begitu lahir dengan ukuran 172 cm, dia mampu berbicara dan sudah mengetahui konsep waktu. Dia mampu berpikir layaknya orang berusia lanjut walaupun usianya baru beberapa jam.

Jika filmnya mengutamakan rasionalitas, cerpennya menyajikan apa adanya. Misalnya, ibunya tidak mati ketika melahirkan bayi yang langsung berukuran 172 cm. Ketika berusia sekitar enam tahun, dia sudah membaca ensiklopedia dan menolak mainan anak-anak yang dibelikan ayahnya. Oleh karena itu, cerita ini berada dalam kategori fantasi. Namun, seperti yang kubilang, kedua karya memiliki keindahannya masing-masing.

Namun, aku bisa mengatakan bahwa film ini telah disesuaikan dengan keadaan dan selara orang-orang masa kini. Walaupun di awal ceritanya terjadi ketika perang dunia dan kehidupan orang-orang yang mengunjungi panti jompo adalah orang-orang kaya dengan gaya masa dulu, lambat laun semua itu melebur dengan gaya kekinian. Hal itu terlihat jelas dari pakaian, tempat-tempat, pilihan pekerjaan (balerina), dan kegiatannya.

Pendapat Tentang Film

Jujur, aku enggak akan bisa berpendapat secara obyektif dengan film ini, terutama karena adanya turbulensi iklan yang mengguncang. Yang bisa kukatakan cuma "film ini bagus". Dan beberapa temanku juga bilang demikian.

Yang menarik dari film ini adalah proses peralihan dari latar masa lalu ke masa sekarang. Sehingga orang bisa lebih relate dengan keadaan itu. Dan penonton bisa mendalami dan dekat dengan kisah ini. Aku juga suka dengan kegiatan-kegiatan unik yang Benjamin dan Daisy lakukan ketika mereka bersama.

Untuk alur cerita di atas memang enggak begitu memikat. Soalnya aku berusaha untuk enggak terlalu membuka karena takutnya malah membuka spoiler. Selain itu, ada banyak hal yang enggak kumasukkan di bagian ringkasan yang menarik untuk kamu tahu agar bisa menikmati dan mencerna nilai yang coba disampaikan Scott. Kalau ingin tahu penyajiannya bagaimana, cus langsung unduh saja atau cari di tempat penyewaan CD atau DVD.

Semoga akhir pekanmu indah, ya ^^

Posting Komentar

0 Komentar