The Long Walk Karya Stephen King dan Potret Buruh

Judul : The Long Walk (Jalan Kaki Sampai Mati)
Pengarang : Stephen King
Alih bahasa : Lulu Wijaya
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Pertama, 2018
Dimensi buku : 20 cm
Jumlah halaman : 432 halaman

Halo kawan-kawan semuanya. ^^

Sudah lama ya kita tidak ngobrol soal novel. Jadi, sekarang kita akan ngobrol soal novel lagi. Novel karya Stephen King ini dikabarkan sedang dalam pengerjaan untuk diangkat ke layar lebar tahun lalu. Penasaran kan seperti apa novel yang akan diangkat ke layar lebar ini?

Sebelum ngobrol soal novelnya, apakah ada di antara kawan-kawan yang belum kenal Stephen King. Kalau belum kenal orangnya, mungkin kawan-kawan kenal beberapa film yang diadaptasi dari karyanya, seperti "It," "The Mist" dan "The Shawsank Redemption." Film terakhir yang difilmkan tahun 1994 itu masih mendapatkan nilai tinggi di Rotten Tomato, IMDb dan Metacritic. Stephen King dikenal akan tulisan-tulisan horornya dan beberapa genre tulisan lain, seperti fantasi, thriller, dan sci-fi.

Sudah kenal, ya? Sekarang kita lanjut ke novelnya.



Jujur, aku ingin membeli novel ini karena membaca berita bahwa novel ini akan diangkat ke layar lebar. Ketika berjalan-jalan ke toko buku, kebetulan suami menemukan novel yang hanya tinggal 1 eksemplar itu.

Seperti judulnya, novel ini menceritakan tentang sebuah acara jalan jauh yang diikuti oleh 100 remaja terpilih. Untuk bisa mengikuti acara ini, para remaja laki-laki harus mendaftarkan diri lalu melewati seleksi pengecekan fisik dan esai tentang keinginan mengikuti acara. Dari ribuan yang ikut, dipilihlah 100 remaja lelaki untuk berjalan jauh dan salah satu dari mereka adalah Ray Garraty.

Acara ini dimulai setiap tanggal 1 Mei pukul 9 pagi. Mayor, yang memprakarsai acara ini, melepas 100 remaja tersebut untuk mulai berjalan, diiringi tentara-tentara yang akan memberikan peringatan dan tiket bagi yang melanggara aturan. Aturan-aturan yang dijalankan antara lain: tidak boleh berjalan di bawah batas kecepatan, berjongkok, keluar jalur dan sebagainya. Ketika sudah mendapatkan peringatan, peserta akan mendapatkan tiket dari para tentara yang mengekor.

Di jarak 12 km dari start, seorang peserta sudah mendapatkan tiket karena otot kakinya kaku dan tidak bisa digerakkan. Para tentara mengeluarkannya. Satu-satunya semangat peserta untuk terus berjalan adalah agar mereka tidak mau mendapatkan tiket. Menyerah dan mendapatkan tiket adalah hal terbodoh yang bisa diimpikan 100 peserta itu.

Hal yang paling diingat oleh Ray adalah sesering mungkin menghemat tenaga. Peserta tidak diperkenankan beristirahat sebelum sampai garis finish yang seolah tidak akan pernah berujung. Mereka terus berjalan di pagi dan malam hari, kalau perlu, berjalan sambil tidur.

Semakin lama jumlah peserta semakin sedikit. Ray hampir mendapatkan tiket ketika dia mengurut otot-otot kakinya yang kaku. Kondisi fisik dan psikis para peserta semakin menurun. Keduanya semakin memburuk ketika Scramm, peserta bertubuh gagah yang dijagokan banyak orang, terkena radang paru-paru akibat guyuran hujan malam sebelumnya. Dengan segala konflik batin yang dialami peserta, akankah Ray berhasil mencapai garis finish?

Selesai membaca buku ini, tidak heran jika film ini masih belum tayang hingga waktu tulisan ini dipos. Novel setebal 432 halaman ini penuh dengan konflik batin yang diutarakan Ray dan kawan-kawannya sepanjang perjalanan. Tentunya sulit mengeluarkan konflik batin dan menggambarkan kesengsaraan psikis yang dialami peserta dalam bentuk film.

Kesan pertama yang kudapat ketika baru selesai membaca beberapa bab novel ini adalah aku tidak ingin berhenti membacanya karena jika berhenti, aku bakal mendapatkan peringatan. Memang terdengar konyol, tapi seperti itulah pengaruh ngerinya peraturan acara yang digambarkan Stephen King dalam novel ini.

Lalu, apa hubungannya dengan potret buruh?

Acara ini secara kebetulan bertepatan dengan hari buruh internasional, 1 Mei. Acara yang menuntut peserta untuk terus-menerus berjalan dari pagi hingga pagi lagi membuatku teringat dengan shift pagi, siang, malam yang didapatkan buruh agar pabrik terus mengepul. Buruh dipaksa terus bekerja dengan gaji kecil sementara pemilik pabrik bersantai ria menikmati keuntungan besar. Jika ada kesalahan yang dilakukan buruh, mandor tak segan memberikan hukuman berat. Apalagi ditambah dengan kenyataan bahwa pada tahun 1970-an (buku ini pertama kali terbit dalam versi Inggris pada tahun 1979), Amerika sedang mengalami krisis besar yang tentunya berdampak pada sektor industri.

Namun, melihat peraturan yang ditetapkan dalam acara membuat novel ini mengacu pada hal lain atau malah dua hal sekaligus. Entahlah. Menurutku novel ini sangat terbuka untuk beberapa interpretasi.

Bagiku Stephen King telah sukses menggambarkan suasana selama acara ini berlangsung. Dia bisa membuat acara ini sangat realistis dengan adanya orang-orang yang bersorak-sorai di tepi jalan memberikan dukungan pada para peserta dan cuaca yang berubah di setiap kota. Konflik-konflik yang ditampilkan juga tidak hanya soal lelahnya mengikuti acara ini, tetapi juga soal ingatan pada keluarga, kekasih dan orang-orang yang bertaruh atas kemenangan mereka. Percakapan para peserta selama acara juga dibuat senyata mungkin sehingga sama sekali tidak ada plot hole. Ray Garraty sendiri juga mengatakan bahwa dia hanya ingin membuktikan apakah peraturan dalam acara itu benar-benar nyata karena dia berpikir bahwa tidak mungkin ada manusia yang membikin peraturan seperti itu.

Mungkin beberapa dari kawan-kawan ingin bertanya seperti apa peraturan acara ini; seberapa jauh jarak yang mereka tempuh; apa yang terjadi jika peserta mendapatkan tiket; seberapa mengerikannya kesan pertama yang kualami dan sebagainya. 

Untuk menjawab itu semua, kawan-kawan bisa langsung membaca novelnya. Aku yakin buku itu sudah tersedia di beberapa perpustakaan atau kawan-kawan bisa membeli versi elektroniknya. 

Aku yakin kawan-kawan bisa menarik kesimpulan dan mendapatkan kesan lebih mendalam daripada yang kualami.

Selamat membaca.

Posting Komentar

0 Komentar