Menulis Fiksi Haram?



Ada beberapa orang yang menulis untuk mengeluarkan seluruh kebahagiaan atau kesedihannya. Ada juga yang menulis karena ingin mengeluarkan pendapat tidak mungkin tersampaikan lewat suara. Ada pula yang menulis untuk menyambung hidupnya. Fungsi menulis itu banyak sekali, termasuk menyebarkan propaganda dan citra diri yang dilebih-lebihkan.

Intinya, menulis adalah suatu tindakan komunikasi kepada banyak orang yang tidak mungkin bisa dilakukan dengan media suara. Karena untuk menyampaikannya secara verbal, seseorang harus melakukannya melalui radio atau televisi dan itu pun terbatas jika kita bukan orang yang berpengaruh atau memiliki koneksi dengan pendiri media itu. Namun, berbeda jika kita mengomunikasikan pendapat dan peringatan kita melalui tulisan yang hanya perlu melakukannya lewat blog, koran, dan media yang tidak berbayar lainnya.

Wacana mengenai pengharaman menulis fiksi sudah beredar beberapa waktu lalu. Saya tidak terlalu mengurus dan ingin tahu siapa yang memulainya, sejak kapan, dan atas dasar apa. Saya hanya ingin menyuarakan pendapat saya bahwa menulis fiksi adalah salah satu cara untuk memberikan pendidikan secara halus yang tidak bisa didapat siapapun di dunia pendidikan formal. Pendidikan formal hanya mengajarkan tentang rumus-rumus dan keterangan-keterangan untuk memperkaya pengetahuan dan memperkuat nalar dan logika. Sedangkan materi yang diajarkan hampir tidak menyinggung tentang nilai-nilai moral dan sebagainya yang berhenti diajarkan di bangku SD. Padahal, masih banyak nilai-nilai moral yang belum kita dapat di usia itu yang masih perlu diajarkan dan diterapkan ketika kita sudah dewasa.

Menulis fiksi itu sama seperti memberikan pendidikan moral secara halus melalui karakter-karakter yang dibangun oleh penulis. Dari tulisan fiksi, kita bisa belajar menjadi kuat, berani, pantang menyerah, berusaha keras, berkeinginan kuat, percaya diri, dan sebagainya yang tidak bisa diajarkan hanya dengan kalimat perintah: “kamu harus berani”, dan sebagainya itu. Setiap orang perlu sosok yang bisa memberikan contoh bagaimana caranya berani, pantang menyerah, dan sebagainya itu; dan hal itu bisa didapat lewat membaca buku fiksi.

Dari membaca fiksi, kita bisa tahu bagaimana keseharian sosok yang pantang menyerah itu dan apa saja yang dipikirkannya. Dengan mengetahui itu, kita bisa mencontoh kegiatan, pola pikir, dan sebagainya sehingga karakter baik dari sosok yang diceritakan itu bisa diambil dan melekat pada diri kita. Tentunya hal ini juga berlaku pada sosok yang memiliki sifat buruk. Namun, kita pasti cenderung tidak menyukai pola pikir dan perilaku sosok yang berperangai buruk itu sehingga kita akan mengabaikannya dan menghindari kebiasaan-kebiasaannya.

Jika kemudian dikatakan bahwa menulis fiksi itu haram karena sama saja dengan menceritakan kebohongan, maka hal itu salah. Saya juga sempat membaca sebuah hadist yang menguatkan hal ini yang isinya kira-kira menyatakan bahwa menulis fiksi itu tidak termasuk menceritakan kebohongan jika pembaca tahu bahwa hal yang diceritakan hanyalah fiksi atau sesuatu yang tidak nyata. Jika dipikir dari segi logika pun, sampai saat ini pembaca juga hanya memandang karya fiksi sebagai khayalan penulis dan bukan sesuatu yang perlu dipercaya kejadiannya. Sehingga jika kemudian ada yang mengatakan bahwa menulis fiksi itu haram, bagaimana dengan film? Jika kemudian film juga ikut diharamkan, dengan cara apa lagi kita bisa memberikan pendidikan dan pengertian mengenai moral dan nilai-nilai sosial yang penting pada generasi ke depannya? Apakah kemudian Menteri Pendidikan juga harus menyusun materi yang khusus menjelaskan tentang moral-moral? Walaupun pendidikan kita berhasil menyusun materi itu, bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?

Moral dan nilai sosial akan lebih mudah dipelajari dengan cara mempraktikkannya dibandingkan menghafalkannya. Mengapa? Karena moral dan nilai sosial itu menyangkut kehidupan bersama sehingga kita perlu tahu bagaimana caranya bersikap ramah, berkata sopan, menghormati orang tua, menyayangi yang lebih muda, dan sebagainya.

Saya kira tidak ada yang akan salah menjawab ketika ditanya apa yang harus dilakukan ketika ada seorang nenek yang akan menyeberang jalan. Namun, ketika kita dihadapkan pada situasi tersebut, kita cenderung kebingungan. Bagaimana cara kita membantu nenek menyeberang jalan? Apakah dengan menggendongnya? Karena nenek itu jalannya lambat, khawatir ketika kita membiarkannya berjalan sambil menuntunnya, pengendara yang lewat akan menunggu lama dan sebagainya. Kadang ada juga yang menemukan situasi tersebut merasa ragu untuk memulainya karena belum pernah melakukan hal serupa sebelumnya.

Dari situ saja kita sudah bisa melihat bahwa pendidikan moral itu harus diajarkan dengan contoh dan jika bisa juga dipraktikkan sehingga tidak terjadi kekakuan atau keraguan ketika benar-benar dihadapkan dalam situasi demikian. Salah satu cara untuk mengajarkannya dengan memberikan contoh yang nyata adalah melalui membaca fiksi. Karena dari situ kita bisa mencontoh bagaimana perilaku tokoh ketika mungkin dihadapakan pada situasi serupa. Sehingga pembaca yang sudah pernah membaca adegan tersebut tidak ragu bertindak dan tidak perlu bertanya-tanya apakah hal yang dilakukannya benar atau tidak.


Sekali lagi, menurut saya terlalu cepat untuk memutuskan bahwa menulis fiksi itu haram di kala moral dan nilai-nilai sosial masih belum sepenuhnya diterapkan oleh semua orang. Toh, tujuan menulis fiksi juga dimaksudkan untuk memberikan pengajaran soft skill dan bukan untuk menceritakan kebohongan yang sia-sia.

Posting Komentar

2 Komentar

  1. gambar, musik, syair, tari, semua sudah diharamkan... sekarang giliran fiksi...
    hmm...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, haram tidaknya sesuatu yang awalnya dimubahkan itu tergantung pada keimanan diri yang dirasakan sendiri. Jika kita merasa bahwa gambar, musik, dan sebagainya itu tidak memenuhi kriteria haram kita, maka jangan diharamkan. Pengharaman seperti itu sebenarnya lebih tepat jika ditujukan pada orang-orang tertentu yang memiliki standar ibadah tingkat tinggi.

      Hapus
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)