Urban Horror: Commuter Line



Jika ada urban legend, menurut saya urban horror juga bisa ada. Jika urban legend berkisah tentang legenda, yang sebagian besar horor, yang sudah terjadi berpuluh-puluh tahun di kota, maka urban horror juga tidak jauh seperti itu. Hanya saja usianya tidak terlalu lama, alias masih baru.
Urban horror ini masih berhubungan dengan angkutan antarkota yang ekonomis di Ibukota. Yap, apalagi kalau bukan Commuter Line atau biasa disebut KRL. Angkutan ekonomis tapi kurang humanis ini bisa mengangkut ratusan ribu orang setiap harinya, terutama pada hari kerja; dan pada jam berangkat dan pulang kerja, angkutan ini hampir selalu penuh dengan manusia yang berhimpit-himpitan. Baik penuh karena jumlah penumpang yang melebihi kapasitas maupun penuh karena tas-tas penumpang yang tebal.
Terlepas dari semua itu, mungkin masih banyak dari kita yang belum menyadari kengerian di salah satu stasiun yang dilalui KRL ini, Stasiun Sudirman. Stasiun tempat menurunkan sekaligus mengangkut penumpang paling banyak; dan headline cerita ini mengambil lokasi di stasiun itu.
Waktu itu, langit baru saja menghitam. Tidak jelas pukul berapa saya naik KRL dari Stasiun Karet. Kereta masih cukup lengang ketika kereta mulai berlari. Tak lama, benda kotak itu sampai di tempat pemberhentian dengan kerumunan-kerumunan manusia yang baru pulang kerja, sepertinya.
Peristiwa dimulai ketika seorang ibu hendak turun di Stasiun Sudirman. Ibu itu sudah bersiap turun, berdiri di tengah-tengah pintu dengan harapan bisa turun segera. Begitu pintu dibuka dan ibu itu baru saja menginjakkan satu kakinya di stasiun, puluhan manusia menyembul masuk. Lalu… sesuatu itu terjadi…
Karena aksi tidak sesuai dengan reaksi, si ibu yang hendak keluar tadi terdorong masuk kembali ke dalam KRL hingga pintu hampir akan ditutup lagi. Hal itu tentu membawa kepanikan dan asumsi beberapa orang yang ada dalam KRL.
“Lho… saya kira ibu tadi sudah keluar,” ucap pegawai KRL.
“Belum, Mas. Saya kedorong lagi tadi,” jawab si Ibu.
Sementara beberapa penumpang ada yang menyalahkan ibu itu yang tidak sigap ketika akan turun. Sementara yang mengetahui kejadiannya mengatakan bahwa ibu itu terdorong oleh orang-orang yang hendak masuk.
Kengerian masih belum berhenti di situ. Begitu pintu ditutup, ada yang berteriak, “aaahh.. kakiku.” Sontak hal itu mengagetkan semua orang yang ada di sekitarnya. Bahkan ada yang sigap mencari tombol darurat untuk memberitahu bahwa ada yang terjepit kakinya di pintu. Tak lama, suara itu meng-klarifikasi, “tidak apa-apa, kaki saya keinjek.” Semuanya pun bernapas lega.
Siapa yang tidak mengira bahwa yang berteriak sedang terjepit kakinya. Kejadian sebelumnya saja sudah bisa menempatkan pikiran semua orang untuk waspada akan KRL yang penuh sesak.
Jika di abad ke-21 setan sudah tidak semenakutkan dulu, maka definisi “horor”-pun harusnya diubah. Bukankah kecelakaan angkutan umum masih menjadi momok yang menyeramkan?

Posting Komentar

0 Komentar