Narkoba vs Coklat



Saya mencoba menyamakan antara coklat dan narkoba dan mungkin akan sedikit menyinggung beberapa pihak. Menurut saya, coklat dan narkoba memiliki fungsi yang sama: menenangkan. Selain itu, jika kita kebetulan menemukan sebatang atau segelas coklat panas yang amat sangat enak, efeknya juga membuat kita terasa fly high. Dalam beberapa waktu, coklat juga bisa membuat kita lupa pada masalah yang sedang kita hadapi, malah mungkin merubah cara pandang kita terhadap masalah dengan menambahkan pasokan kebahagiaan pada perasaan kita tanpa membuat organ-organ kita kesakitan. Malah, dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa coklat dapat memperkecil ukuran sel kanker yang sudah diujicobakan pada penderita kanker.

Saya ingin mencoba memahami alasan para pengguna narkoba mengonsumsinya. Pertama, mungkin hal itu didasari oleh masalah-masalah yang tidak dapat ditanggung dan diselesaikan sehingga dengan mengonsumsi narkoba, masalah mereka seakan hilang dan terlupakan. Padahal, masalah itu tidak pernah hilang dari ingatan apalagi kenyataan. Masalah tidak akan pernah terlupakan sebelum hilang dan tidak akan pernah hilang sebelum diselesaikan. Hal positif lainnya dalam menyelesaikan masalah adalah kita akan lebih dewasa dan akan menjadi pribadi yang lebih kuat dengan pemikiran yang cemerlang. Dengan mengetahui itu, coklat juga bisa menghasilkan efek yang sama pada otak kita dengan cara menimbun masalah dengan hormon-hormon kebahagiaan yang hanya lewat sebentar. Lalu, masalah akan kembali teringat. Namun, kita akan melihat masalah dengan sudut pandang baru dan mampu menghadapinya dengan tanggung tanpa meninggalkan rasa sakit maupun luka dalam tubuh.

Jika kita ingin terlihat keren, coklat panas juga bisa membuat kita keren. Berapa banyak orang yang mengonsumsi coklat panas? Tidak banyak. Jika menjadi keren adalah menjadi berbeda, maka mengonsumsi coklat panas sebagai pengganti narkoba adalah usaha untuk menjadi keren yang sebenarnya. Coklat asli sebenarnya memiliki rasa pahit, seperti kopi. Yang membuatnya manis adalah tambahan susu dan gula dalam pengolahannya. Jika masih ada pertanyaan dan keraguan, mungkin saya akan mengajukan pertanyaan: sejak kapan mengonsumsi narkoba dibilang keren? Tentu sejak ada sekelompok orang yang mengonsumsinya lalu merasakan sedikit perubahan dalam perasaannya dengan mengatakan bahwa masalahnya terasa hilang lalu menceritakannya pada orang-orang dan mengajak mereka untuk mencobanya dengan mengatakan bahwa mengonsumsinya membuktikan kekerenan seseorang; atau pembuat narkoba, yang belum pernah mencicipi barang yang dibuatnya itu, yang melakukan pemasaran agar produknya terjual dengan mengambil keuntungan dari paradigma “keren” yang selalu menjadi demam di antara para remaja.

Mengenai perasaan “terbang” ketika mengonsumsi obat, pertama, hal yang saya ingin tanyakan adalah: untuk apa? Kita tahu bahwa sudah menjadi kodrat manusia untuk berjalan dan berlari. Kita juga bisa belajar berenang, seperti ikan. Namun, struktur tubuh kita tidak memungkinkan untuk membantu kita terbang; dan makhluk yang bisa terbang hanya burung dan serangga terbang, sementara sejumlah besar spesies lain tidak. Semua itu sudah diatur untuk keseimbangan. Jika kita memaksa ingin terbang, maka kita bisa naik pesawat yang mengantarkan kita ke belahan daerah lain. Selain itu, jika manusia bisa terbang secara individu layaknya burung, apa yang akan terjadi di langit. Akan ada terlalu banyak orang di udara yang bisa mengakibatkan kekacauan karena tidak ada jalur pasti, pencurian akan lebih mudah dilakukan, sayap kita akan mudah patah jika kita memutuskan untuk berjalan karena terlalu bosan terbang, cabang-cabang pohon akan cepat patah ketika kita memutuskan untuk bersandar di atasnya demi menjaga keutuhan sayap, dan sebainya.

Menurut saya, coklat dan narkoba memiliki fungsi yang sama tapi dengan manfaat yang dimiliki lebih banyak oleh coklat. Selain itu, coklat juga murah, mudah didapat, sah sehingga tidak perlu ada pengejaran polisi, enak, pengobat kanker, dan sebagainya. Jika kita bosan makan coklat, kita bisa meminumnya, mengoleskannya pada roti, menjadikannya bubuk untuk menjadi pewarna dan perasa jelly, dan masih banyak lagi.


Saya menyadari bahwa tulisan ini sangat terkesan sepihak karena memang saya tidak mengerti apapun tentang narkoba dan penggunanya. Namun, di sini saya hanya mencoba memahami dan memberikan solusi akan kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi para pengguna sehingga mengonsumsinya dan belum bisa terlepas dari jeratannya.

***

Image Credit : Pixabay.com

Posting Komentar

0 Komentar