Keindahan Kisah Klasik 'Pride and Prejudice'

Jane Austen merupakan penulis novel klasik berbakat di zamannya. Hingga sekarang, tulisannya telah digubah menjadi film-film fenomenal yang keindahannya tak perlu diragukan.

Salah satu novel fenomenalnya berjudul Pride and Prejudice yang telah beberapa kali diadaptasi ke dalam film. Hingga sekarang, karya-karyanya masih populer di kalangan wanita.

Tanpa perlu panjang lebar, mari kita nikmati film indah yang cocok dinikmati oleh wanita segala usia dan status.



Alur Cerita


Kisah berlatar pada akhir abad ke-18. Dibuka oleh adegan keluarga Bennet, keluarga bangsawan di pedesaan, yang sedang ribut karena rumah besar Netherfield Park telah dibeli. 

Melihat reaksi Mrs. Bennet, tentunya penyewanya adalah bangsawan kaya raya. Hingga perempuan itu bersemangat meminta Mr. Bennet mengundang keluarga bangsawan itu ke pesta kecil di desanya.

Jadi, keluarga Bennet adalah bangsawan kecil di Longbourn, peternakan di pedesaan Inggris. Mengingat keluarga itu tidak memiliki anak lelaki, kekayaan mereka harus diberikan pada satu-satunya anggota bangsawan lelaki, yaitu Mr. Collins, seorang pendeta.

Hal itulah yang membuat Mrs. Bennet kekeuh memperkenalkan kelima putrinya pada bangsawan kaya. Salah satunya adalah agar masa tuanya terjamin.

Di pesta itu, Mr. Bingley sangat terpana pada anak pertama keluarga Bennet, Jane. Sementara anak kedua, Lizzie, berusaha mendekati Mr. Darcy yang langsung mendapatkan penolakan, bahkan olokan diam-diam. Sejak saat itu, ia bersumpah tidak akan berurusan dengan pewaris separuh lahan Derbyshire itu.

Para tentara Inggris sedang berlatih di dekat sana pada musim itu. Kebetulan salah satu tentara, Mr. Wickham bertemu mereka dan membangun kedekatan dengan putri-putri keluarga Bennet, terutama Lizzie.

Dari letnan itu, Lizzie mendapatkan informasi tidak mengenakkan tentang Mr. Darcy. Dikatakan bahwa Mr. Darcy menghibahkan hak waris Mr. Wickham dari ayah bangsawan itu pada orang lain.

Dari sini, plot semakin mengenal dan konflik batin memuncak. Kebencian Lizzy dan seluruh keluarganya pada Mr. Darcy semakin bertambah. Bagaimanakah kisah ini akan berakhir?

Baca juga: Kesan Glamor dalam Film Anna Karenina yang juga diperankan oleh Keira.

Diskusi


Dialog


Kepiawaian Jane Austen memperkenalkan karakter tokoh lewat dialog mereka tidak diragukan lagi. Ejekan, nada marah, dan rasa tidak suka dikemas sedemikian elegannya yang menunjukkan sifat kebangsawanan Jane Austen pada waktu itu.

Bila penulis bukan bangsawan, berarti masyarakat pada waktu itu memang terbiasa merangkai kalimat dengan sangat sopan, elegan, dan hati-hati. Bisa menjatuhkan orang lain tanpa menjatuhkan harga diri.

Sosial


Sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada waktu itu bahwa bila kakak masih belum menikah, maka adik-adiknya tidak diperkenankan keluar dan memperkenalkan diri pada laki-laki.

Namun, hal itu tidak terjadi pada keluarga Bennet. Dengan Lizzie yang memegang erat feminisme dan kebebasan, ia bersikeras bahwa hal itu bisa mengurangi kasih-sayang antarsaudara.

Mengingat mobilitas perempuan sangat terbatas oleh ketiadaan lapangan pekerjaan, satu-satunya cara perempuan bisa bertemu calon suami adalah dengan menghadiri pesta dansa yang sudah menjadi kebiasaan umum pada waktu itu.

Sekarang, pesta dansa bisa disamakan dengan kopi darat atau sejenisnya.

Tentang hubungan lelaki dan perempuan, masyarakat pada masa itu menganut aturan bahwa perempuan dan lelaki tidak boleh bersentuhan kecuali ketika berdansa.

Sentuhan laki-laki pada perempuan atau sebaliknya biasanya hanya dilakukan oleh pasangan yang saling mencintai. Seperti suami-istri atau calon pasangan hidup yang telah diikat dengan pertunangan.

Pertunangan ini bisa berlangsung hingga beberapa tahun dan bisa dibatalkan. Di masa sekarang mungkin seperti pacaran yang diizinkan orangtua, ya.

Kebangsawanan


Keluarga Bennet hidup di zaman di mana pekerjaan tidak sebanyak sekarang. Pekerjaan yang ada bagi perempuan adalah menjadi pembantu dan pedagang, yang tentu bukan pilihan bagi putri bangsawan.

Hal itu menjadi alasan terbesar bagi keluarga bangsawan untuk menikahkan putri-putrinya dengan keluarga bangsawan pula.

Seperti beberapa orang kaya pada masa sekarang, bangsawan pada masa itu suka membuka rumahnya bagi semua orang a.k.a open house.

Bedanya, open house yang dilakukan orang kaya sekarang biasanya hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, sementara pada zaman itu bangsawan membuka rumahnya kapan saja.

Selain itu, bila sekarang kegiatan itu dilakukan untuk acara ramah-tamah, para bangsawan melakukannya untuk memamerkan kekayaannya alias house tour.

Ada banyak koleksi seni yang biasanya disimpan dalam satu rumah bangsawan. Lukisan dan patung mewarnai seluruh tembok dan ruangan. Bahkan, pengunjung bisa masuk ke setiap ruangan yang ada di sana.

Kostum


Walaupun kurang berkelas, aku tetap akan memasukkan unsur kostum dalam ulasan ini. Menurutku, kostum penting untuk visual sebuah film.

Aku merasa, kostum yang dipakai dalam film ini sangat tidak menarik. Entah karena faktor bujet atau memang desainer menyesuaikannya dengan gaya berpakaian orang-orang pada zaman itu.

Namun, sangat disayangkan kisah indah ini tidak didukung oleh kostum yang cantik. Bahkan bangsawan kaya saja hanya memakai gaun biasa tanpa tambahan aksesori, seperti manik-manik atau apa pun.

Satu-satunya gaun yang menarik adalah gaun pesta yang beraneka ragam dan terlihat mewah. Itu pun terbatas pada warna putih, untuk perempuan, dan hitam, untuk laki-laki, saja.

Seharusnya gaunnya bisa didesain dengan lebih baik dan tidak hanya terkesan kelabu dan lusuh begitu saja. Walaupun, entahlah, mungkin desainernya ingin kostum disesuaikan dengan pilihan warna yang ada saat itu.

Ending


Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa novel ini telah digubah beberapa kali ke dalam bentuk film.

Yang kita bahas kali ini adalah film yang diluncurkan pada tahun 2005 dan dibintangi oleh Keira Knightley yang berperan sebagai Elizabeth atau Lizzie.

Beberapa orang lebih suka dengan ending pada film sebelumnya. Sedangkan aku lebih suka ending ini.

Ending ini menampilkan visualisasi cinta yang indah antara Mr. Darcy dan Lizzie. Ya, mereka menikah.

Jika film sebelumnya menampilkan kebahagiaan setelah menikah, ending film ini menunjukkan keindahan dan kedamaian hidup usai pernikahan.

Dimulai dari suara Mr. Darcy yang memanggil Lizzie dengan lembut. Lalu tangannya memegang wajah Lizzie dan menciumi setiap senti wajahnya dengan lembut pula.

Tidakkah setiap wanita ingin diperlakukan seperti itu?

Akting


Aku pribadi suka dengan keseluruhan akting para pemerannya, terutama Mrs. Bennet.

Di sini, Brenda Blethyn benar-benar menunjukkan karakter seorang ibu rumah tangga yang pelit dan tidak sadar pada hal yang telah dikatakannya. Seolah perkataannya sebelumnya tidak bisa menjustifikasi tindakan yang akan dilakukannya.

Meski begitu, ada beberapa hal yang perlu dikritisi.

Cara Keira mengatakan, "He's so ... He's so ... He's so ... Rich" masih terkesan kurang natural. Jeda yang diberikan terlalu cepat.

Begitu pula yang dilakukan oleh Matthew Macfadyen ketika ia mengatakan, "I love ...  I love ... I love you." Padahal, saat itu mereka berdua sedang enggan mengucapkan kata yang akan dikatakannya.

Sehingga seharusnya ada keraguan dalam pengucapan yang menciptakan jeda sedikit lebih lama dari yang mereka lakukan.

Namun, mereka mungkin dikejar waktu karena sulit memadatkan seluruh peristiwa dalam novel tebal ke dalam satu film. Walaupun sudah dikemas sepadat itu, film ini tetap berdurasi dua jam lebih.

Simpulan


Aku kesulitan memberikan nilai untuk cerita ini. Dari seluruh kelebihan dan kekurangannya, aku bisa memberinya nilai 8.

Aku merekomendasikan film ini bagi kalian yang tengah dilanda cinta, terutama para perempuan. Atau sedang terlalu stres karena pekerjaan sehingga membutuhkan hiburan yang indah dan ringan.

Ceritanya yang lembut juga cocok ditonton sebagai pengantar tidur.

Entahlah, hanya itu yang bisa kutulis tentang film indah ini. Semoga kalian terhibur.

Posting Komentar

0 Komentar