Mengejar Sunrise ke Putuk Lesung Kaki Gunung Arjuna

Gunung Bromo sudah dikenal banyak orang sebagai tempat untuk menikmati matahari terbit yang eksotis. Sudah banyak orang, bahkan banyak keluarga yang melakukan liburan sekolah maupun akhir pekan ke Gunung Bromo. Namun, sebenarnya masih banyak gunung atau bukit lain yang bisa menjadi spot terbaik untuk menikmati sunrise.

Pernah mendengar Putuk Lesung? Putuk Lesung terletak di Purwodadi kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Putuk lesung sendiri merupakan sebuah bukit yang berada di kaki Gunung Arjuna. Hal ini dapat Anda lihat begitu Anda sampai di pos kedua, di mana jika Anda mengambil jalur ke kiri, maka Anda akan mengambil jalur ke Gunung Arjuna sedangkan untuk ke Putuk Lesung sendiri, Anda harus mengambil jalur ke kanan.

Tema travelling kali ini memang lebih dekat dengan istilah hiking karena Anda harus membawa peralatan yang lengkap untuk bisa menikmati sunrise. Walaupun hanya bukit, perjalanan ke puncak putuk lesung bisa dibilang cukup melelahkan. Putuk Lesung sangat sesuai bagi para hikers pemula atau bagi mereka yang ingin menjajal bagaimana rasanya naik gunung.

Kami (saya, suami dan teman-teman suami) mempersiapkan jauh-jauh hari atas ajakan seorang hiker (Bang Umar) yang memastikan keamanan mendaki kami. Selain mempersiapkan fisik, kami juga mempersiapkan peralatan untuk berkemah karena menurut Bang Umar, kami akan berangkat malam hari. Yang bener aja menginap di bukit dingin malam hari nggak bikin tenda, kan?

Beberapa hari sebelum berangkat, ternyata Bang Umar membawa teman yang juga hiker ikut untuk menemani saya yang perempuan. Barang yang akan disewa antara lain: tenda, sleeping bag, tas carrier dan perlengkapan memasak. Kami membawa 3 carrier yang diangkut bergantian. Kami juga membawa bahan-bahan masakan, sendok, kertas bungkus (sebagai pengganti piring) baju ganti, senter, tisu basah dan kering serta air yang dimasukkan ke dalam carrier. Jangan lupa membawa plastik sampah besar. Jadilah pendaki yang bertanggung jawab dengan sampahnya yaa.

Jadilah kami bersembilan berangkat sore hari dan sampai pukul 7 malam lebih di rumah warga yang sering dipakai parkir. Di situ, kami makan malam di warung warga tersebut dan menitipkan sepeda motor kami. Sebenarnya, sepeda motor bisa dititipkan di pos perizinan yang masih berada di depan. Namun, karena medan cukup curam dengan bebatuan yang cukup besar, pilihan itu tidak disarankan oleh Bang Umar. Kasihan motornya katanya walaupun ada beberapa rombongan pendaki yang menitipkan sepeda mereka di sana.

Kami mulai pendakian pukul 8 malam lewat. Jalur pertama menuju pos perizinan amat menghancurkan semangat, terutama karena saya belum pernah mendaki gunung.

Awalnya, jalan masih lurus sekitar 30 m, lalu langsung menanjak dengan kemiringan sekitar 25-35 derajat. Saya tidak menghitung berapa jaraknya karena jalannya terus menanjak dan baru sebentar lurus langsung menanjak dengan kemiringan yang cukup curam. Namun, melihat teman-teman saya yang semangat maka saya pun tidak boleh menyerah.

Bahkan saking semangatnya, salah satu teman kami yang bernama Gilang Ijonk mengatakan, "ah, ini enteng." Dengan semangat itu, dia menjadi berada agak jauh di depan kami. Itu membuat semangat kami semakin terpacu. Namun, tiba-tiba dia kesleo. Dia mengatakan tidak sengaja menginjak batu besar yang sebelumnya berada di sisi yang lain.

Tip 1:
Jangan meremehkan gunung atau apapun. Setiap tempat memiliki penunggu. Jika penunggu tersinggung, maka mereka akan "usil."

Karena kejadian itu, Gilang berjalan di belakang dan terus melanjutkan perjalanan. Sesampainya di pos perizinan, kami melepas semua jaket, kecuali Bang Umar dan beberapa teman lainnya yang cukup sering menanjak karena dari awal mereka tidak memakai jaket. Di malam yang dingin itu, keringat kami bercucuran deras.

Tip 2:
Jangan memakai jaket saat menanjak jika tidak ingin dehidrasi. Pakai jaket saat sudah sampai di tempat dan tenda telah didirikan.

Setelah melakukan perizinan, kami melanjutkan perjalanan ke pos 1. Dari pos 1 jaraknya tidak terlalu jauh dari pos perizinan, tetapi hanya melelahkan. Walaupun jalan yang kami lalui tidak securam sebelumnya (sekitar 15-25 derajat), tapi jalanan terus menanjak dan terjal. Bebatuan sebesar genggaman tangan hingga kepala manusia sering kami gunakan sebagai pijakan agar tidak terperosok. Di sepanjang jalan, kami juga sering beristirahat di batu besar.

Sekitar 30 menit, kami sampai di pos 1. Di pos 1 ada kamar mandi yang cukup luas dan sumber air. Ada juga gua yang ditutup kelambu. Pendaki dilarang masuk tanpa juru kuncinya.

Perjalanan menuju pos 2 dari pos 1 sekitar 2 kali lipat jauhnya dibanding dengan perjalanan menuju pos 1 dari pos perizinan. Namun, jika sudah sampai pos 2 maka lokasi perkemahan sudah sangat dekat.

Karena saya perempuan dan belum pernah mendaki, saya sering berhenti untuk beristirahat. Hal ini membuat Bang Umar memutuskan untuk mendahului karena menurut penjaga pos perizinan, Putuk Lesung penuh karena jalan menuju Gunung Arjuna ditutup. Dikhawatirkan jika terlambat sampai, tempat perkemahan sudah penuh sehingga tidak ada tempat yang tersisa untuk kami. Bang Umar pun berangkat membawa carrier berisi perlengkapan mendirikan tenda ditemani dengan Tomex. Dengan kondisinya yang terlihat masih fit dan penuh semangat, ia dipilih untuk menemani Bang Umar yang juga masih dalam keadaan fisik yang prima.

Akhirnya, kami didampingi oleh teman perempuan Bang Umar yang juga seorang pendaki. Walaupun demikian, kami masih bersama seorang porter (Satria) yang juga cukup sering naik gunung. Dia yang membawakan barang bawaan saya dan suami karena saya lelah, sedangkan suami kakinya terkilir waktu itu, walaupun dia sendiri sudah bawa carrier. Dia juga teman dari kecil suamiku, jadi tidak apa-apalah walaupun saya merasa sangat berdosa.

Tip 3:
Jangan berhenti terlalu lama agar tidak cepat lelah. Berhentilah hanya untuk mengambil napas sebentar. Ketika berhenti, jangan menekuk lutut yang sudah kelelahan. Ini yang selalu digaungkan oleh Indrat yang pernah mengalami kaku lutut hingga tidak bisa berdiri karena menekuk lutut yang terlalu lelah.

Sesampainya di pos 2, kami berhenti agak lama karena di pos 2 terdapat warung. Kami duduk dan minum teh hangat manis dan melanjutkan perjalanan.

Tip 4:
Mengonsumsi minuman manis cukup penting, terutama bagi pemula, untuk mendapatkan asupan tenaga secara langsung. Masih ingat kan, kalau makanan dan minuman manis akan cepat memberikan tenaga?

Perjalanan dari pos 2 ke lokasi tidak terlalu susah. Jalur sudah jarang mendaki, malah mulai turun dan datar. Namun, jalanan mulai menakutkan karena tepat di sebelah jalan yang biasa dilalui adalah jurang. Selain itu, jalannya mulai menyempit dan hanya bisa dilalui 1 orang.

Sesampainya di atas, 2 tenda sudah berdiri. Kami melepas lelah sambil melihat Bang Umar dan Tomex memasang tenda dibantu dengan teman-teman lain yang juga baru datang.

Saya langsung rebahan karena terlalu lelah. Padahal, jika sesuai rencana, saya dan suami harusnya makan malam lagi.

Tip 5:
Gantilah baju sebelum tidur. Karena baju yang basah terkena keringat bisa membuat tubuh semakin dingin.

Di sana udara mulai dingin. Jaket kami kenakan dan saya tidur dalam sleeping bag. Beberapa teman di luar bercengkerama sambil memasak mie dan memakan camilan yang kami bawa.

Kemudian, mentari pun terbit.


Dari kiri ke kanan (Saya, Gilang Ijonk, Tomex, Indrat, Suami, Satria)


Dari kiri ke kanan (Saya, Raja Tadubi, Tomex, Indrat, Satria, Suami)


Dan inilah laki-laki keren yang bernama Bang Umar. Dengan tubuhnya itu, dia mendaki dengan membawa carrier yang tidak digilir ke siapapun sambil merokok ketika saya mulai ngos-ngosan. Teman perempuan Bang Umar tidak ikut berfoto karena belum bangun. Ketika sudah bangun, kami sudah mulai masak untuk sarapan dan bergegas turun.
Sekedar info, Raja Tadubi adalah chef kami di sini. Dia bertanggung jawab pada produksi makanan untuk sarapan dibantu dengan beberapa teman lainnya, termasuk saya. Sementara lainnya membereskan isi tenda agar "penghancuran" tenda berjalan lancar dan cepat.

Tip 6:
Kalau bisa, jangan memakai pakaian hitam ketika mendaki di siang hari. Panas euy. Jangan lupa bawa kacamata hitam. Selain terlihat keren, kacamata bisa sangat melindungi mata dari terik matahari di siang hari.

Walaupun hanya numpang tidur di Putuk Lesung, pengalaman ini cukup unik bagi kami. Selain bisa hiking dan masak bersama, naik gunung adalah hal yang berbeda daripada hanya melakukan wisata kuliner atau ngopi. Sekali-kali, kumpul bersama dengan suasana baru itu memang dibutuhkan.

Satu lagi hal yang penting: jangan lupa bawa tali! Seremeh apapun, kadang tali itu dibutuhkan.

Posting Komentar

0 Komentar