Untuk Apa Membaca di Zaman Pencitraan

Beberapa dari kita mungkin akan berpikir bahwa membaca koran adalah hal yang menjemukan. Itu mungkin karena kita lebih suka bacaan yang bergambar dan memberikan banyak informasi daripada sekadar politik, kriminal, dan acara. Mungkin juga karena kita tidak tertarik dengan data-data saham yang naik-turun yang disajikan dalam bagan di koran. Mungkin juga semua karena masalah usia saja. Kita tahu bahwa koran lebih cocok untuk orang yang memiliki ketertarikan di bidang politik dan sebagainya di usia yang demikian. Sedangkan majalah memiliki peminat sendiri dan macamnya sendiri.

Apapun itu, sebagian orang masih suka membaca koran atau majalah di samping buku. Buku non fiksi dibaca untuk ketertarikan pribadi sesuai dengan tema atau topik yang diminati. Begitu pula buku fiksi. Tidak mungkin semua orang langsung begitu saja memilih buku fiksi hanya karena status bestselleratau semacamnya walaupun sebagian akan melakukannya. Namun, tidak demikian dengan majalah maupun koran. Kita diberikan beberapa topik-topik yang kita sukai dan tidak kita sukai, kita minati maupun tidak kita minati dalam satu wadah. Mau tidak mau, kita harus membayar artikel yang tidak kita minati itu untuk bisa membaca artikel yang kita minati. Menyerahkan sejumlah uang untuk membeli 10 artikel di antara 2-3 artikel yang kita ingini. Walaupun mungkin kesepuluh artikel itu terbilang bagus, tapi mungkin tidak kita butuhkan juga.

Walaupun, terkadang, ketika membeli buku kita mendapatkan penjelasan yang kurang dalam atau kurangnya eksplorasi topik, tapi setidaknya buku sudah sesuai dengan judul yang dibawakannya. Hal itu tidak berlaku pada koran atau majalah di mana keduanya cenderung mengangkat satu topik utama dengan ditambah beberapa topik pendukung dan topik-topik sampingan. Dengan banyaknya pembaca yang tertarik pada topik utama yang diangkat, ada beberapa oknum yang memanfaatkan hal ini untuk menyisipkan pencitraan.

Kita semua tahu siapa yang suka melakukan pencitraan dan untuk apa. Pencitraan tidak lebih dari mengiklankan diri. Sama seperti iklan-iklan produk pada umumnya, orang yang dicitrakan akan digambarkan hal-hal yang baik-baik saja dalam tulisan itu hingga orang yang membaca tidak sempat berpikir apakah orang tersebut memiliki hal buruk atau tidak. Selain itu, semua orang bisa melakukan pencitraan, baik koruptor maupun tidak. Toh, penulis tidak tahu apakah orang yang menitipkan namanya untuk dicitrakan adalah penjahat atau bukan. Tujuannya hanya satu: agar mendapatkan simpati dari orang lain yang mana simpati itu nantinya akan berbuah dukungan.

Banyak yang mengatakan bahwa pencitraan itu sah-sah saja. Menurut saya juga begitu. Kita boleh-boleh saja jika ingin melakukan pencitraan agar dikenal orang sehingga orang lain mendukung kita, dengan catatan bahwa kita memang orang yang layak dicitrakan. Namun, jika orang yang dicitrakan melakukan lebih banyak keburukan daripada kebaikan yang ditampilkan dalam tulisan, maka menurut saya itu menjadi tidak adil. Kenapa?

1.    Tujuan pencitraan akan berubah. Kita tahu bahwa pencitraan bisa dilakukan kapan saja dan bagaimana saja. Kita juga tahu bahwa pencitraan membutuhkan uang untuk merekrut orang yang akan melakukan pencitraan secara tulisan maupun gambar bergerak. Jika semua orang bisa melakukan pencitraan, termasuk orang yang lebih banyak melakukan kejahatan daripada kebaikan yang ditampilkan dalam pencitraan, maka pencitraan malah akan menjadi ajang unjuk kekayaan: siapa yang kaya, dialah yang mendapatkan dukungan, bukan untuk memperkenalkan seseorang yang memang perlu didukung.

2.    Membuat orang salah pilih. Siapapun akan terlena dengan kebaikan-kebaikan yang disorot media tentang seseorang dan akan berpikir bahwa orang itu memang layak mendapatkan dukungan. Namun, dengan kenyataan bahwa semua orang bisa melakukan pencitraan, bukan tidak mungkin penikmat media juga akan menilai baik orang-orang jahat karena kebaikan-kebaikan yang terlalu sering disodorkan pada masyarakat dan keburukan-keburukan yang ditutup-tutupi.

Dari semua fakta pencitraan di atas, kita mungkin akan berpikir bahwa jika memang benar orang yang dicitrakan itu jahat, dia pasti tidak bisa lepas dari hukuman di mana hukuman akan membabat habis semua pencitraan yang pernah dilkaukannya. Namun, di sini kita mungkin juga tidak sadar bahwa pencitraan masih tetap bisa dilakukan di dalam sel penjara karena sifat pencitraan yang bisa dilakukan di mana saja dan bagaimana saja. Kebaikan kecil yang dilakukan orang itu dalam penjara masih bisa mengokohkan simpati orang-orang yang sudah mendukungnya dan masih bisa melemahkan orang-orang yang tidak bersimpati padanya. Itulah manis dan kejamnya pencitraan.


Di sini saya tidak hendak mengajak pembaca untuk berhenti membaca karena membaca itu penting. Saya hanya ingin mengajak pembaca untuk lebih bisa memilah mana yang perlu diikuti dan tidak. Sekali lagi, saya bukan pakar dalam hal apapun sehingga saya hanya ingin mengingatkan pembaca pada sebuah kalimat yang kira-kira berbunyi: di kala zaman sudah terbolak-balik, dukunglah orang yang sering dihujat dan tinggalkan orang yang terlalu banyak mendapatkan dukungan. Jika kesulitan membedakan, tanyakan pada diri Anda: siapa yang paling banyak mendapatkan pencitraan dan siapa yang sedikit.

Posting Komentar

0 Komentar